Sekilas Sutta (Bag. Anguttara Nikaya): Sudahkah kita berdana dengan cara yang tepat?

Delapan Cara Berdana

Berdana merupakan kebajikan yang paling mudah untuk  dilakukan, karena berdana dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dengan memberikan bantuan apa saja kepada yang membutuhkan.

Ketika berbicara tentang dana, sering dikaitkan dengan uang atau materi. Padahal berdana tidak hanya terkait dengan materi saja, karena berdana adalah tentang memberikan apa yang bisa kita berikan sehingga dapat membantu orang atau makhluk lain, dan yang terpenting dalam berdana adalah keikhlasan. Selain materi, kita dapat memberikan jasa atau tenaga untuk meringankan beban. Misalnya, ketika kita melihat ada seorang nenek-nenek yang sedang kesusahan membawa barang belanjaan, kita menawarkan bantuan untuk membawakan barang-barang tersebut.

Tidak perlu muluk-muluk, berdana tidaklah harus dengan hal yang besar. Hal kecil, bahkan yang dianggap remeh pun dapat menjadi sumber pemberian. Misalnya, uang koin 100 rupiah dapat menjadi hal yang sangat menolong seseorang yang kekurangan nominal 100 untuk membayar belanjaannya, yang pada saat itu ia hanya membawa uang pas-pasan. Atau mungkin, ketika hari sedang hujan dan kebetulan Anda membawa payung, sementara ada seorang anak kecil yang terjebak hujan yang ingin pergi ke sebuah toko untuk berbelanja, Anda dapat mengantarkannya ke toko dengan menggunakan payung bersama.

Contoh lainnya, dapat dilakukan dalam keluarga. Misalnya sebagai seorang anak memberikan bantuan tenaga dengan cara meringankan pekerjaan orang tua, seperti mencuci piring, menjaga saudara yang lebih kecil, menyapu, membereskan rumah, atau menyiram tanaman. Dalam lingkungan sekolah, misalnya membantu mengajarkan atau menjelaskan teman yang kesulitan mengerti pelajaran. Atau ketika ada teman yang sedang berusaha melakukan kejahatan, kita memberikan nasihat dengan cara yang baik agar ia tidak melakukan kejahatan.

Setiap orang berdana karena adanya kondisi-kondisi yang membuat orang berdana dengan cara tertentu. Ada yang berdana dengan cara yang tepat atau kurang tepat. Yang jelas berdana tetap merupakan perbuatan baik, meskipun cara-caranya kurang tepat, sehingga perbuatan baik yang dilakukan tidak maksimal. Nah, ternyata cara-cara berdana telah dikatakan oleh sang Buddha seperti yang tertulis dalam Anguttara Nikaya, khususnya bagian Atthaka Nipata. Kita dapat menjadikan beerapa dari cara tersebut sebagai acuan ketika kita berdana. Berikut adalah isi dari Anguttara Nikaya Sutta  bagian Atthaka Nipata:

“Para Bhikkhu, ada delapan pemberian ini. Apakah delapan ini?
(1) Setelah menghina [si penerima], seseorang memberikan suatu pemberian...."
Maksudnya adalah, seseorang memberikan secara spontan setelah menghina si penerima. Misalnya, suatu hari saya sedang di perjalanan dan berada dalam mobil. Suatu waktu, tampak sosok boneka besar berjalan (sejenis cara untuk mengemis, tentu ada orang di dalamnya). Saya tidak suka dengan bentuk boneka tersebut yang aneh. Kepalanya besar, matanya ada tiga dan  terkadang berkedip-kedip, bajunya juga aneh. Karena saya tidak suka dengan bentuk yang seperti itu, saya mengeluarkan kata-kata "Jelek sekali bentuknya, aneh". Tetapi, karena saya tahu bahwa boneka tersebut sebenarnya media untuk mengemis, maka saya spontan memasukkan uang ke lubang mata boneka itu. Karena saya berpikir bahwa orang yang seperti ini (yang penampilannya seperti pengemis), perlu diberi dana.

"....(2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena takut...."
Maksud dari takut di sini adalah dikarenakan adanya kondisi tertentu yang membuat seseorang takut/  Lalu ia baru bersedia mendanakan apa yang (dianggap) dimiliki setelah dilanda rasa takut. Seperti ketika bertemu dengan seorang preman di pasar, lalu diancam untuk memberi uang. Dalam kondisi itu, seseorang memberi karena adanya rasa takut. Ia berpikir "Daripada aku mendapat masalah, lebih baik aku memberikannya uang".

"....(3) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia memberi padaku.’ ...."
Maksudnya adalah seseorang berdana sebagai balas budi atau rasa terima kasih atau karena rasa hormat dan segan. Yang diakibatkan orang lain pernah memberi sesuatu kepada seseorang tersebut. Lebih jelasnya, akan diilustrasikan dengan cerita berikut: A adalah seorang siswa SMA yang cerdas, B adalah temannya yang sering memberikan coklat hasil kebun. Si A berpikir "B memberikan aku coklat yang aku sukai, kenapa aku tidak memberikannya sesuatupun?". Karena si A adalah siswa yang cerdas, ia memiliki cara tersendiri untuk membalas kebaikan temannya. A pun mengajarkan B untuk menjual coklat hasil kebun yang manis itu melalui internet. A membantu mempromosikan coklat hasil kebun B, dan coklat tersebut ternyata laris. Dari kasus tersebut, A memberikan sumbangan intelektual dan jasanya.

"....(4) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia akan memberi padaku.’ ...."
Dengan cara seperti ini, seseorang dapat dikatakan berdana yang seperti mengharapkan pamrih. Ia berpikir bahwa orang yang diberi dana suatu saat akan membalas memberi. Misalnya, R memberi M sumbangan uang untuk biaya pendidikan dengan tujuan M suatu saat akan menjadi sukses dan mampu menghasilkan uang yang lebih banyak. Dengan begitu M akan mampu memberikan uang lebih kepada R.

"....(5) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi adalah baik.’ ...."
Pada tahap ini, seseorang mulai berdana dengan disertai pikiran baik. Ia telah mengetahui bahwa berdana merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Jadi, karena ia mengetahui bahwa berdana adalah baik, ia dengan mudah memberi.

"....(6) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Aku memasak; orang-orang ini tidak memasak. Tidaklah benar jika aku yang memasak tidak memberikan kepada mereka yang tidak memasak.’ ...."
Di sini, kata-kata ini berkaitan dengan zaman sang Buddha, yaitu ketika para bhikkhu berpindapatta. Para Bhikkhu tidak memasak makanan mereka, melainkan mendapatkan makanan dengan berpindapatta. Pikiran pada poin 6 muncul dari para upasaka upasika yang mendanakan makanan kepada para bhikkhu. Karena yang dapat memasak adalah upasaka-upasika. Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang memberi karena adanya keterbatasan dari penerima dana. Atau dapat dikatakan juga seseorang memberi karena ada orang yang benar-benar membutuhkan pemberian karena orang tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut secara pribadi.

"....(7) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Karena aku telah memberikan pemberian ini, maka aku akan memperoleh reputasi baik.’ ...."
Seseorang pada tahap ini, telah mengetahui bahwa berdana adalah suatu kebaikan. Kebaikan yang dilakukan tentu akan menghasilkan kebaikan, misalnya reputasi yang baik. Dengan hasil kebaikan itu seseorang dapat berbahagia, karena itu adalah hal yang menyenangkan. Siapa yang tidak menginginkan kebaikan, keberuntungan menyertai hidupnya? Tentu tidak ada, setiap orang menginginkan kebahagiaan. Dengan mengharapkan memperoleh nama baik, seseorang bersemangat untuk berdana. Contoh abstraknya begini, B orang yang berkecukupan dan dikenal sebagai orang yang baik di masyarakat. Suatu hari B berdana kepada yang tidak mampu. Dengan begitu, B akan memperoleh nama baik di masyarakat. Nah, karena masyarakat merespon positif dengan memuji-muji, ia menjadi senang. Dengan begitu, ia bersemangat untuk berdana karena ia akan mendapat nama baik, serta mempertahankan nama baik itu.

"....(8) Seseorang memberikan suatu pemberian dengan tujuan untuk menghias pikirannya, melengkapi pikirannya.”...."
Maksud dari menghias pikiran di sini adalah bahwa berdana merupakan suatu perbuatan baik yang memang pantas dilakukan, karena membangkitkan kemuliaan-kemuliaan pikiran welas asih, kedamaian, cinta kasih, dan pikiran-pikiran baik lainnya. Jika, tidak berdana dapat diibaratkan makanan tanpa micin, tidak akan terlalu gurih. Jadi, berdana ini sebagai tahapan dan latihan untuk mengembangkan pikiran bajik lainnya.

Itulah delapan cara berdana menurut Anguttara Nikaya Sutta. Dari delapan cara, ada empat cara yang disertai pikiran baik dan ada empat yang disertai pikiran yang tidak baik. Poin satu sampai empat, adalah cara berdana yang disertai pikiran yang kurang baik, seperti berdana dengan pikiran takut, penuh kejijikan, rasa tidak nyaman, atau mengharapkan imbalan. Poin lima sampai delapan adalah cara berdana yang disertai pikiran mengetahui bahwa berdana adalah baik, yaitu berdana adalah kebaikan, melengkapi kebutuhan mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri, sadar bahwa reputasi baik adalah buah dari berdana, berdana adalah memuliakan pikiran.

Meskipun begitu, berdana adalah cara termudah untuk mengikis kemelekatan. Dan tentunya, berdana adalah suatu perbuatan baik. Pikiran-pikiran yang muncul ataupun cara-cara berdana apapun, baik ataupun kurang baik, akan menentukan seberapa sempurna kualitas kebajikan. Menanam kebajikan akan membuahkan kebajikan di masa sekarang atau yang akan datang. Sebagai hasil dari kebajikan, di kehidupan yang akan datang, seseorang akan terlahir di alam yang menyenangkan seperti alam dewa.Seperti yang dikatakan Buddha dalam Anguttara Nikaya Sutta sebagai berikut:
"Keyakinan, rasa takut, dan tindakan bermanfaat memberi adalah kualitas-kualitas yang dikejar oleh orang baik; karena ini, mereka mengatakan, adalah jalan surgawi yang dengannya seseorang pergi ke alam para deva."

Oleh karena itu marilah kita berdana. Pastikan niat sebelum, ketika, dan sesudah berdana adalah niat yang baik. Sotthi Hontu _/||\_


Sumber bacaan:
Anguttara Nikaya- Atthaka Nipata 31

Posting Komentar

0 Komentar