Sekilas Sutta (Bag. Anguttara Nikaya): Bagaimana sebaiknya kita mengajarkan ajaran?

Lima Cara yang Benar untuk Mengajarkan Dhamma


Dhamma
Dhamma adalah ajaran Buddha yang mulia dan berisi kebenaran. Dhamma ibarat pelita yang menerangi manusia dalam kegelapan. Begitu mulianya Dhamma sebagai penuntun manusia menuju pembebasan samsara. Beruntung kita terlahir sebagai manusia dan masih dapat mendengarkan Dhamma, walaupun pengajaran Dhamma tidak seperti bagaimana ketika Buddha mengajarkan langsung. Pengajaran Dhamma di masa kini dilakukan oleh Bhikkhu Sangha, romo pendeta, guru spiritual, guru agama Buddha ataupun umat awam. Kualitas pengajaran Dhamma nya tentu tidak sebanding dengan kualitas pengajaran langsung oleh sang Bhagava. Tetapi dengan adanya pengajaran Dhamma oleh Bhikkhu Sangha, Romo Pendeta, guru spiritual,  guru agama Buddha, atau umat awam, Dhamma dapat dikenal oleh masyarakat, sehingga dapat dipraktikkan dan menjadi pegangan dalam kehidupan. Untuk menjadi seorang pengajar Dhamma yang baik, seseorang hendaknya mengajarkan Dhamma dengan mengacu pada kualitas-kualitas seperti yang dikotbahkan Buddha sebagai berikut:

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Udāyī, dengan dikelilingi oleh kumpulan besar umat awam, sedang duduk mengajarkan Dhamma. Yang Mulia Ānanda melihat hal ini dan mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Yang Mulia Udāyī, dengan dikelilingi oleh kumpulan besar umat awam, sedang mengajarkan Dhamma.”
“Tidaklah mudah, Ānanda, mengajarkan Dhamma kepada orang lain. Seseorang yang mengajarkan Dhamma kepada orang lain pertama-tama harus menegakkan lima kualitas secara internal. Apakah lima ini?
(1) [Setelah memutuskan:] ‘Aku akan memberikan khotbah bertingkat,’ ia boleh mengajarkan Dhamma kepada orang lain.
(2) [Setelah memutuskan:] ‘Aku akan memberikan khotbah dengan memperlihatkan alasan-alasan,’ ia boleh mengajarkan Dhamma kepada orang lain.
(3) [Setelah memutuskan:] ‘Aku akan memberikan khotbah demi simpati,’ ia boleh mengajarkan Dhamma kepada orang lain.
(4) [Setelah memutuskan:] ‘Aku tidak akan memberikan khotbah karena menghendaki perolehan materi,’ ia boleh mengajarkan Dhamma kepada orang lain.
(5) [Setelah memutuskan:] ‘Aku akan memberikan khotbah tanpa membahayakan diriku atau orang lain,’ ia boleh mengajarkan Dhamma kepada orang lain. Tidaklah mudah, Ānanda, mengajarkan Dhamma kepada orang lain. Seseorang yang mengajarkan Dhamma kepada orang lain pertama-tama harus menegakkan kelima kualitas ini secara internal.”

Terkesan sulit untuk dapat memenuhi kualitas seperti itu dalam diri kita sebagai umat awam untuk membabarkan Dhamma. Tetapi setidaknya kita dapat memenuhi beberapa dari kriteria tersebut. Oleh karena itu, janganlah ragu atau takut untuk membabarkan Dhamma jika itu memang berisi kebenaran dan tidak merugikan makhluk lain. Salam Dhamma


Sumber bacaan:
Anguttara Nikaya- Pancaka Nipata 159

Posting Komentar

0 Komentar